Rating tidak melulu menjadi satu-satunya ukuran bagi pengiklan
Jakarta, 17 Mei 2016 – Pertumbuhan belanja iklan di kuartal pertama tahun 2016 menunjukkan peningkatan yang cukup besar. Belanja iklan total TV dan media cetak tumbuh sebesar 24% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Angka tersebut adalah angka pertumbuhan kuartal yang tertinggi dalam dua tahun terakhir. Demikian menurut data Nielsen Advertising Information Services.
“Setelah sempat melemah sejak semester dua tahun 2014, optimisme pasar sekarang sudah kembali menguat. Hampir semua top kategori menunjukkan peningkatan dalam belanja iklan. Tanda-tanda pemulihan sudah terlihat dari kuartal ke tiga tahun 2015 kemarin dan sekarang kita lihat angka pertumbuhannya sudah kembali seperti sedia kala,” tutur Hellen Katherina, Direktur Media, Nielsen Indonesia.
Dilihat dari sisi kategori produk, untuk periode sepanjang Januari-Maret 2016, kesepuluh kategori yang paling tinggi belanja iklannya mengalami pertumbuhan yang positif. Di urutan pertama adalah kategori Rokok Kretek yang memberikan kontribusi yang paling tinggi untuk belanja iklan di kuartal pertama, yaitu sebesar Rp 1,9 Triliun, dengan pertumbuhan sebesar 76%. Di urutan berikutnya adalah kategori Pemerintahan dan Organisasi Politik dengan total belanja iklan sebesar Rp 1,8 Triliun dan juga tumbuh sebesar 76%, yang didorong oleh kampanye Kementrian Kesehatan untuk memberantas Polio. Di urutan ketiga adalah kategori Produk Perawatan Rambut dengan belanja iklan mencapai Rp 1,3 Triliun dan tumbuh sebesar 36% dibandingkan dengan kuartal pertama tahun 2015.
Sementara itu, dilihat dari merek-merek yang beriklan, Dunhilll (rokok kretek) menjadi merek yang belanja iklannya tertinggi di sepanjang kuartal pertama tahun 2016 dengan angka belanja iklan mencapai Rp 420 Miliar. Berada di bawah merek tersebut, Indomie sekali lagi turut menjadi kontributor belanja iklan utama dengan nilai Rp 272 Miliar dan tumbuh sebesar 12% dibandingkan kuartal pertama tahun lalu. Di urutan ketiga adalah merek rokok kretek lainnya, yaitu Djarum Super Mild, dengan angka belanja iklan sebesar Rp 200 Miliar dan tumbuh sebesar 428% atau lebih dari empat kali lipat. Di antara sepuluh produk dengan belanja iklan tertinggi juga terdapat Kementerian Kesehatan yang ikut mendorong pertumbuhan dengan angka belanja iklan sebesar Rp 165 Miliar dan meningkat sangat signifikan hingga 25.356% dibandingkan kuartal pertama tahun 2015. Dengan angka belanja iklan tersebut, Kementerian Kesehatan berada di urutan ke enam untuk belanja iklan tertinggi sepanjang kuartal pertama tahun 2016.
Dari jenis medianya, pertumbuhan belanja iklan di periode Januari-Maret 2016 sangat didorong oleh pergerakan yang positif di TV, yaitu meningkat sebesar 33%. Media cetak menunjukkan pergerakan yang lebih konstan, di mana belanja iklan koran tumbuh sebesar 1% dan majalah/tabloid tetap dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Program dengan Rating Rendah Tetap Menarik Pengiklan
Belanja iklan di TV di sepanjang kuartal pertama tahun 2016 mencapai Rp 24,2 Triliun dengan porsi tertinggi diserap di jam tayang utama (18.00 – 22.00) yaitu sebesar Rp 6,4 Triliun atau lebih dari seperempatnya. Di rentang waktu tersebut, angka rating rata-rata mencapai angka tertinggi dibandingkan dengan rentang waktu yang lain, yaitu 1,5%. Sebagai perbandingan, angka rating rata-rata di jam 02.00-05.59 hanya sebesar 0,2% dengan total belanja iklan sebesar Rp 656 Miliar (atau 2,7% dari total belanja iklan). Melihat hal tersebut, tampaknya pengiklan tidak hanya mencari program dengan rating tinggi untuk beriklan.
Berdasarkan tipe program yang disiarkan, rating kecil tidak berarti sepi iklan. Tipe program Informasi dan Berita memiliki rating rata-rata masing-masing 0,5% dan 0,3% dengan total nilai belanja iklan mencapai masing-masing Rp 3,4 Triliun dan Rp 3 Triliun. Angka tersebut sedikit di bawah belanja iklan yang diserap program Film dengan rating rata-rata 1%, yaitu sebesar Rp 3,7 Triliun.
Produk-produk yang Beriklan di Program Informasi dan Berita
Produk dengan target konsumen yang lebih luas cenderung menempatkan iklannya pada program Serial, Hiburan dan Film dengan target pemirsa yang juga cenderung lebih luas, sedangkan produk yang menargetkan konsumen dengan gaya hidup tertentu cenderung mengalokasikan anggaran iklan yang lebih besar pada jenis program tertentu , seperti Informasi dan Berita. Produk yang paling banyak beriklan di program Informasi dan Berita adalah Traveloka.com dengan belanja iklan mencapai Rp 103 Miliar di sepanjang kuartal pertama. Selain itu, di antara sepuluh besar produk yang beriklan di program Informasi dan Berita juga terdapat produk yang ditujukan untuk pasar pengguna internet, yaitu Telkomsel Internet Broadband dan Tokopedia dengan belanja iklan masing-masing sebesar Rp 61 Miliar dan Rp 46 Miliar.
Produk-produk yang mempunyai target pasar untuk konsumen yang lebih umum (mass product) juga termasuk dalam kontributor iklan utama di program-program Informasi dan Berita. Di antaranya adalah Indomie (Rp 94 Miliar), Sedaap (Rp 79 Miliar), dan Top Kopi Susu Kental Manis (Rp 66 Miliar). Sementara itu, produk-produk yang ditujukan untuk gaya hidup tertentu sebagai kebutuhan tambahan di segmen kelas atas juga mengalokasikan anggaran yang lebih besar pada program-program Informasi dan Berita. Beberapa di antaranya adalah Vanish OXI Action (Rp 59 Miliar), Fitbar Snack (Rp 57 Miliar) dan Tropicana Slim (Rp 49 Miliar).
Traveloka mengalokasikan 74% dari total belanja iklannya ke program Informasi dan Berita. Berdasarkan profil konsumen yang berpotensi menggunakan Traveloka, yaitu pengguna internet yang suka bepergian, sebanyak 81% diantaranya berusia 20-49 tahun, 65% di antaranya adalah laki-laki, dan 80% di antaranya berasal dari kelas ekonomi atas*. Profil tersebut cenderung berkorespondensi dengan program Informasi dan Berita yang sangat kuat di usia 30+, laki-laki, dan kelas atas.
Contoh lain adalah produk-produk dengan target pasar yang lebih umum. Walaupun memiliki kecenderungan untuk mengalokasikan sebagian besar anggaran beriklan ke program-program populer, porsi belanja iklan untuk program dengan rating rendah juga cukup tinggi. Misalnya Indomie, dengan profil konsumen berasal dari semua kalangan, mengalokasikan hampir separuh (48%) dari belanja iklannya ke program Serial dan Hiburan yang profil pemirsanya cukup luas. Namun Indomie juga menempatkan sebesar 36% dari total belanja iklannya ke program Informasi dan Berita.
“Pemilihan program dengan potensi pemirsa yang sesuai dengan profil konsumen yang ditargetkan bisa jadi lebih efektif dibandingkan menggelontorkan anggaran beriklan untuk program-program populer untuk pemirsa kebanyakan. Hal tersebut khususnya sangat penting untuk produk yang mempunyai target konsumen cukup spesifik. Sementara untuk mass product , beriklan di berbagai jenis tipe program walaupun ratingnya tidak tinggi dapat berguna untuk menjangkau profil pemirsa yang beragam,” tutur Hellen.
* Berdasarkan survey Nielsen Consumer Media View, Q1 2016
*****
Tentang Nielsen Television Audience Measurement (TAM)
Nielsen TAM di Indonesia melakukan pengukuran kepemirsaan atas semua televisi nasional terhadap lebih dari 8,000 orang berusia 5 tahun keatas di 11 kota di Indonesia (Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Semarang, Surakarta, Surabaya, Denpasar, Medan, Palembang, Makassar dan Banjarmasin). Hasil pengukuran tersebut tertuang dalam nilai rating, share dan indeks.
Tentang Advertising Information Services Nielsen
Informasi belanja iklan dikumpulkan dari data Advertising Information Services yang memonitor aktivitas periklanan Indonesia. Mencakup 15 stasiun TV, 99 surat kabar dan 123 majalah dan tabloid. Semua angka didasarkan pada gross rate card, tanpa menghitung diskon, promo, dll.
Tentang Nielsen
Nielsen Holdings N.V. (NYSE:NLSN) adalah sebuah perusahaan informasi dan pengukuran global yang menjadi pemimpin pasar dalam informasi pemasaran dan konsumen, televisi dan pengukuran media lainnya, online, pengukuran mobile, pameran perdagangan dan properti terkait. Nielsen beroperasi di sekitar 100 negara, dengan kantor pusat di New York, USA dan Diemen, Belanda. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi www.nielsen.com.